Selasa, 31 Mei 2011

Pola asuh pada anak kita


‎Kualitas Anak Kita Adalah Buah Dari Hasil Asuhan Kita
Kualitas dan sikap anak-anak kita adalah buah dari model pengasuhan dan pendidikan yang kita terapkan sehari-hari di rumah. Kita semua pasti mencintai anak-anak kita, akan tetapi pada prakteknya apa yang kita lakukan secara praktis kepada anak-anak kita terkadang bukan seperti yang kita niatkan. Niat kita baik, akan tetapi tak jarang apa yang kita ucapkan dan sikapkan kepada anak tanpa sengaja merupakan sebuah hal yang buruk dan mempengaruhi perkembangan kejiwaannya.

lebih baik mari kita melakukan refleksi atas apa-apa yang sudah kita lakukan pada anak-anak kita. Ada baiknya kita mengambil inspirasi kembali dari Dorothy Low Noite (“Children Learn What They Live With”).

Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan...
Jika anak banyak dimusuhi, ia belajar menjadi pemberontak...
Jika anak hidup dalam ketakutan, ia selalu merasa cemas dalam hidupnya...
Jika anak sering dikasihani, ia belajar meratapi nasibnya...
Jika anak dibesarkan dalam olok-olok, ia akan menjadi seorang pemalu...
Jika anak dikelilingi rasa iri, ia tak akan puas dengan apapun yang dimilikinya...

Jika anak dibesarkan dalam pengertian, ia akan tumbuh menjadi penyabar...
Jika anak senantiasa diberi dorongan, ia akan berkembang dengan percaya diri...
Jika anak dipuji, ia akan terbiasa menghargai orang lain...
Jika anak diterima dalam lingkungannya, ia akan belajar menyayangi...
Jika anak tidak banyak dipersalahkan, ia akan senang menjadi diri sendiri...
Jika anak dibesarkan dalam kejujuran, ia akan terbisa melihat kebenaran...
Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan besar dalam nilai keadilan...
Jika anak dibesarkan dalam rasa aman, dia akan mengandalkan diri dan mempercayai orang lain...
Jika anak tumbuh dalam keramahan, ia akan melihat bahwa dunia itu sungguh indah...

Selamat mempraktekan pola asuh yang bijak untuk putra-putri kita.

Selasa, 17 Mei 2011

Harga Sawit dan CPO


Kebijakan Bea Keluar (BK) minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) berimbas negatif terhadap pengusaha dan petani sawit.

Pasalnya, skema progresif yang menyebabkan tarif pajak ekspor CPO seiring dengan kenaikan harga CPO, ternyata berimbas pula kepada nilai penjualan harga TBS di tingkatan petani.

Berdasarkan data yang dipaparkan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), tarif BK CPO sebesar tiga persen akan memangkas harga TBS Rp195 per kg, jika BK CPO dipatok 7,5 persen maka harga TBS petani turun sebesar Rp560 per kg. Kemudian, tarif BK CPO dipatok 10 persen, maka harga TBS tergerus sebesar Rp787 per kg.

"Penetapan BK CPO yang bersifat progresif merupakan beban tambahan yang membuat pelaku usaha kelapa sawit tidak dapat menikmati tingginya harga CPO," demikian seperti dikutip dalam keterangan tertulis Gapki kepada okezone, di Jakarta, Jumat (4/3/20111).

Pasalnya, baik petani dan perusahaan telah dikenakan kewajiban seperti PBB, PPh Pasal 22, PPN dan retribusi di tingkat daerah, inipun belum terhitung pungutan liar yang marak terjadi.

Menurut Gapki, kondisi inilah yang mengakibatkan industri kelapa sawit di daerah kesulitan meningkatkan hasil produksi karena beban biaya resmi maupun tak resmi tersebut.

Selain itu skema bea keluar progresif telah menyebabkan menurunnya daya saing industri sawit Indonesia di pasar internasional dan menciptakan ketidakpastian bagi dunia usaha industri sawit.

Atas dasar itu, Gapki mendesak pemerintah untuk meninjau kembali skema tarif BK CPO dari progresif menjadi flat, yakni tiga persen. Artinya, ketika harga CPO di atas USD700 per ton, ekspor CPO hanya dikenakan tiga persen. Dengan memakai tarif tiga persen, maka sudah dapat menutupi kebutuhan subsidi minyak goreng curah bagi rumah tangga miskin (RTM).

Ini tentu saja sejalan dengan tujuan penerapan BK CPO dalam PP No.55 ayat (1) Tahun 2008. Selain itu untuk mendorong industri hilir di dalam negeri, Gapki mengusulkan pemberlakuan bea keluar 0 persen bagi produk industri hilir.

Gapki juga meminta pula supaya pemerintah dapat mengembalikan sebagian dana hasil BK CPO langsung kepada industri sawit. Meskipun dari segi aturan sampai hari ini, keinginan tersebut sulit terwujud.

"Sudah selayaknya pelaku industri sawit nasional dari hulu hingga hilir memperoleh imbal balik yang dapat berupa pembangunan infrastruktur berupa jalan, tangki timbun dan pelabuhan CPO di sentra-sentra produksi sawit. Selain itu, BK CPO dapat pula membantu perkebunan," pungkas keterangan tertulis tersebut.sources:okezone.com
Harga Crude Palm Oil (CPO) kembali naik, setelah sempat melandai di bulan Maret 2011. Berdasarkan data Bloomberg, harga CPO di bursa Chicago Mercantile Exchange (CME) untuk pengiriman Juni 2011 per 11 April 2011 berada di level US$ 1.140 per metrik ton (MT). Harga ini lebih tinggi 5,65% dibanding harga minggu kedua Maret 2011 yang masih di angka US$ 1.079 per MT.

Kembali naiknya harga CPO di bursa global diakibatkan oleh tingginya harga minyak dunia. Harga minyak dunia saat ini sudah melebihi US$ 111 per barel sebagai ekses dari konflik politik di Libia dan negara-negara Timur Tengah dalam beberapa waktu terakhir.

Tingginya harga minyak dunia membuat permintaan CPO meningkat drastis untuk digunakan sebagai bahan baku bioethanol dan biofuel. Dua energi ini memang menjadi alternatif di tengah membubungnya harga minyak dunia. "Tingginya harga minyak dunia, membuat CPO akan terdorong," ujar Ryan Long, trader OSK Investment Bank, Bhd. seperti dikutip Bloomberg, akhir pekan lalu.

Permintaan minyak sawit global di 2011 tetap akan meningkat akibat penurunan produksi minyak kedelai. Namun karena tidak diimbangi dengan produksi yang cukup, harga CPO bakal bertahan di US$ 1.000-1.200/ton.

Demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan dalam siaran pers, Senin (24/1/2011).

"Beberapa analis dunia memperkirakan kebutuhan minyak sawit dunia akan bertambah antara 2-3 juta ton pada 2011. Walaupun permintaan naik, diperkirakan suplai minyak sawit tidak dapat mengimbangi permintaan, sehingga harga CPO akan tetap bertahan antara US$ 1.000-1.200/ton sampai semester I-2011," tutur Fadhil.

Meski begitu, Fadhil mengatakan, industri sawit Indonesia mengalami tujuh hambatan utama di 2011. Penambahan produksi minyak sawit dunia diperkirakan mencapai 2,5 juta ton di mana kontribusi produksi CPO Indonesia berkisar antara 1,8-2 juta ton.

Tujuh hambatan tersebut membuat industri sawit akan kesulitan melakukan ekspansi dan atau mengalami penurunan daya saing jika hambatan tersebut tidak dihilangkan.

Hambatan tersebut adalah pertama pelaku sawit menghadapi masalah lahan bagi pengembangan kebun baru yang diakibatkan ketidaktuntasan masalah tata ruang nasional dan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP).

"Selain, adanya ketidakpastian hukum terhadap status legalitas lahan. Kondisi ini membuat pemegang konsesi dan investor memilih sikap 'wait and see' yang tentu saja akan berdampak kepada tingkat ekspansi lahan," ujar Fadhil.

Kedua, kebijakan moratorium hutan primer dan lahan gambut malahan dapat mempersulit penuntasan masalah lahan yang sebelumnya telah dihadapkan dengan masalah RTRWP. Dalam pandangan Gapki, Inpres mengenai moratorium akan bertabrakan dengan regulasi lain seperti UU Nomor 41 Tahun 1999 mengenai Kehutanan. Atas dasar itulah, kebijakan moratorium menjadi kontraproduktif bagi pengembangan investasi kelapa sawit.

"Meskipun pemerintah menyediakan lahan terdegradasi seluas 35,2 juta ha tetapi status areal tersebut masih meragukan karena termasuk kawasan hutan," jelas Fadhil.

Ketiga, bea keluar CPO yang tinggi dan bersifat progresif seperti berlaku sekarang ini terbukti tidak maksimal untuk menekan volume ekspor CPO dan belum mampu mendorong pengembangan industri hilir dalam negeri.

Sebaliknya, sistem bea keluar diyakini tidak adil bagi produsen bahan baku baik perkebunan negara/swasta maupun petani rakyat karena 'tidak menikmati' kenaikan margin yang seharusnya didapatkan dari tingginya harga CPO dunia saat ini. Jadi tidak tepat apabila bea keluar dijadikan instrumen utama karena sebenarnya industri hilir lebih membutuhkan insentif yang tepat dan menarik.

Keempat, pengembangan perkebunan kelapa sawit yang mengarah ke Indonesia Timur kurang didukung infrastruktur yang memadai seperti pelabuhan. Semestinya terdapat satu pelabuhan ekspor CPO di Kalimantan untuk memudahkan penjualan CPO ke luar negeri. Dengan pertimbangan, total produksi CPO dari wilayah Kalimantan dan Sulawesi telah mencapai 30% dari produksi nasional.

"Diharapkan pula pembangunan klaster industri segera direalisasikan untuk pengembangan industri hilir kelapa sawit," kata Fadhil.

Kelima, pelaku usaha sawit merasa dirugikan dengan penerapan aturan perpajakan mengenai PPn atas produk primer TBS. Pasalnya, PPn TBS selama ini dibebaskan sehingga pajak masukan atas barang-barang faktor produksi tidak bisa dikreditkan dan menjadi beban tambahan. Akibatnya, menimbulkan pajak berganda (double taxation) kepada perusahaan yang terintegrasi (produksi-pengolahan).

Keenam, kampanye anti-sawit tetap berlangsung bahkan ada kemungkinan semakin kuat tekanan yang diberikan kepada pelaku industri sawit. Tema kampanye anti-sawit masih dikaitkan dengan isu perubahan iklim maupun kerusakan lingkungan secara umum.

Rangkaian kampanye anti-sawit ini akan semakin sistematik yang tidak saja dilakukan oleh NGO saja melainkan oleh group consumer tertentu dan beberapa negara di Uni Eropa, lewat pemberlakukan standar baru dalam perdagangan sawit dan menerapkan aturan yang berbentuk non-tariff barier.

Ketujuh, Indonesia harus melakukan program mitigasi perubahan iklim dengan kekuatan sendiri tanpa melibatkan bantuan asing. Pelibatan dana asing hanya akan membuat Indonesia makin tergantung pada negara lain, sementara dana bantuan asing belum tentu memberikan dampak langsung pada penyerapan tenaga kerja dan pengurangan keniskinan.

Mencermati peningkatan permintaan pasar minyak nabati dunia yang terus meningkat dan melihat bahwa semua minyak nabati dunia melakukan ekspansi produksi, maka minyak sawit Indonesia tidak boleh berhenti ekspansi jika tidak mau kehilangan peluang pasar dan kehilangan momentum membangun perekonomian nasional.

"Oleh karena itu, semestinya pemerintah membuat iklim yang kondusif dengan membuat terobosan kebijakan sebagai upaya mengatasi hambatan yang dihadapi pelaku industri sawit nasional," tukas Fadhil.detik.com

Selasa, 26 April 2011

Olahan Jamur Tiram Putih


Olahan jamur tiram putih tembus pasar ekspor

Keripik jamur tiram putih produksi petani jamur tiram di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, berhasil menembus pasar luar negeri.
Salah satu pembudi daya jamur tiram putih dari Kresek, Tri Sugianto mengatakan, tingginya peminat keripik jamur tiram putih ini telah mampu membawanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun permintaan luar negeri.
“Bahkan tingginya permintaan pasar tersebut sempat membuat kami kewalahan karena terbentur oleh terbatasnya bahan baku,” ujar Tri Sugianto seperti dikutip Antara, Jumat (31/12).
Menurut dia, bahan baku keripik jamur tersebut merupakan hasil budidaya sendiri di rumahnya, serta dari sejumlah pembudidaya jamur tiram putih di beberapa daerah. Setiap hari usaha Tri mampu menghabiskan bahan baku jamur hingga 1 kwintal lebih.
“Dari bahan Bahan baku itu bisa menghasilkan keripik jamur hingga mencapai 20 kilo gram,” terang dia.
Kebutuhan sebanyak itu masih jauh untuk memenuhi permintaan pasar. Hal ini karena jumlah pembudidaya jamur tiram putih di wilayah Madiun masih sangat minim. Padahal, jika digeluti usaha ini cukup menjanjikan. Apalagi budidaya jamur tiram tergolong mudah.
Untuk membuat keripik jamur, setelah dipanen dari lumbungnya, jamur-jamur tersebut dibersihkan dari bonggolnya. Setelah bersih, jamur dipotong-potong dengan menggunakan gunting, lalu diberi bumbu sesuai selera dan digoreng hingga renyah.
Dikemas dengan berbagai rasa, keripik jamur ini dijual dengan harga Rp8.000,00 per ons. Pangsa pasar camilan keripik jamur tiram ini sendiri cukup menjanjikan, selain pasar antardaerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta, juga mulai merambah pasar luar negeri, di antaranya Malaysia dan Brunai Darusalam.
Pemasaran juga dilakukan di rumahnya sendiri dengan membuka kios. Apalagi lokasi usaha yang dikembangkan Sugiatno sejak dua tahun terkahir ini terletak di jalur kawasan wisata Monumen Kresek.
Selain karena rasanya yang cukup berbeda dengan keripik lainnya, camilan ini juga cukup diminati oleh kalangan vegetarian. Kedepan Tri ingin mengembangkan usaha berbagai makanan dari bahan baku jamur tiram putih lainnya, seperti sate jamur, krengsengan, serta sup jamur.
Usahanya ini, juga meningkatkan taraf ekonomi warga desa sekitar dengan penyerapan beberapa tenaga kerja yang dipekerjakan untuk mengurusi lumbung jamur hingga mengolah jamur.(Ant)
Oleh Dwi WahyuniDec 31, 2010

Tanah Kavling siap bangun dan Sejarah Arsitektur


Bangsal, Kota Kediri
utara rumah sakit babtis barat kantor kelurahan bangsal. di Banaran belakang SMA 3 Kediri dan di Semen Kab Kediri di atas Hotel Bukit Daun
Sejarah arsitektur
Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktek-praktek, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia.
Permukiman manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.
Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.
Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.
Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktekkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi.
Namun, masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.

Siapa orang kaya?

orang kaya yang sebenarnya
Siapa orang kaya yang sebenarnya? Mereka bukanlah orang yang gemar membelanjakan uangnya untuk barang-barang yang mahal. Bahkan banyak dari mereka yang berpenghasilan tinggi ternyata hidup sederhana. Contohnya Warren Buffett, investor dan pengusaha Amerika, yang menetap di rumahnya yang sederhana di Omaha, Nebraska. Uang yang mereka hasilkan diinvestasikan, sehingga kekayaan mereka semakin bertambah.

"Kekayaan adalah apa yang Anda akumulasikan, bukan yang Anda belanjakan," kata Thomas Stanley dan William Danko, penulis buku The Millionaire Next Door, yang pertama diterbitkan pada 1996.

Kekayaan orang-orang seperti ini biasanya dihasilkan dari upaya mereka sendiri. Dalam bukunya, mereka menuliskan, seringkali bukan keberuntungan, warisan, gelar yang tinggi, atau kecerdasan, yang membuat mereka kaya raya. "Kekayaan itu lebih sering karena gaya hidup kerja keras, ketekunan, perencanaan, dan lebih dari itu, kedisiplinan diri," tulis mereka.

Banyak cara untuk mendefinisikan kekayaan, namun umumnya orang menganggap kekayaan sebagai nilai segala sesuatu yang dimiliki, tanpa utang. Namun ada perbedaan antara aset yang dapat dipasarkan (hal-hal yang bisa dilikuidasi dengan cepat, seperti saham, obligasi, atau properti), dan barang-barang pribadi seperti mobil, pakaian, dan alat-alat rumah tangga yang Anda gunakan secara rutin dan tidak akan dijual.

Menurut Stanley dan Danko, gaji saja tidak bisa membuat seseorang menjadi kaya. Gaji yang tinggi tentu membantu membangun kekayaan, namun orang yang mandiri secara finansial memandang gaji mereka sebagai alat untuk mencapai tujuan, yaitu meningkatkan uang.

"Orang kaya tidak menghabiskan uang mereka untuk pembelian yang bebas," kata Pam Danziger, pendiri Unity Marketing, firma penelitian pasar yang berspesialisasi dalam barang-barang mewah. "Mereka jadi kaya dengan memaksimalkan nilai investasi mereka."

Tentu, mereka juga masih menggunakan uangnya untuk membeli pakaian atau sepatu bermerek, tetapi hal itu dilakukan dengan penuh pertimbangan. Membeli pun lebih dilakukan karena nilai dan kualitasnya. "Mereka sangat menganggap berbelanja sebagai investasi, bukan pengeluran," tambahnya.

Perbedaan terbesar antara orang yang memiliki uang dan orang yang ingin punya uang adalah, bagaimana mereka membayar barang yang dibeli. Milyuner cenderung membeli secara tunai, tak peduli meski itu mobil, rumah, atau kapal pesiar. Hal ini mungkin sulit dilakukan oleh orang-orang yang masih menerima gaji rata-rata, tapi intinya sama: jangan berutang untuk membiayai gaya hidup Anda.

Mereka juga membuat perencanaan yang rapi, dan menghabiskan banyak waktu untuk itu. Banyak dari mereka yang menabung atau berinvestasi secara kompulsif, dan menganggap perjalanan menuju kekayaan itu jauh lebih menyenangkan daripada ketika mencapai tujuan tersebut.

Mereka sabar, dan bersedia berinvestasi untuk jangka panjang. Hal ini dilakukan karena mereka berusaha mandiri secara finansial. Ketika pensiun nanti, banyak dari mereka yang tahu persis berapa yang mereka butuhkan untuk melanjutkan hidup, untuk menyumbang, dan meninggalkan warisan.

Leslie Lassiter, direktur pelaksana JPMorgan Private Wealth Management, juga mengatakan, orang-orang kaya sangat mengerti berapa banyak likuidasi yang mereka butuhkan untuk menutup pengeluaran, dan memastikan mereka masih punya banyak uang tunai. "Seharusnya, itu juga dilakukan oleh rata-rata orang," katanya.
Sumber: Financially Fit