Selasa, 26 April 2011

Olahan Jamur Tiram Putih


Olahan jamur tiram putih tembus pasar ekspor

Keripik jamur tiram putih produksi petani jamur tiram di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, Jawa Timur, berhasil menembus pasar luar negeri.
Salah satu pembudi daya jamur tiram putih dari Kresek, Tri Sugianto mengatakan, tingginya peminat keripik jamur tiram putih ini telah mampu membawanya untuk memenuhi kebutuhan pasar lokal maupun permintaan luar negeri.
“Bahkan tingginya permintaan pasar tersebut sempat membuat kami kewalahan karena terbentur oleh terbatasnya bahan baku,” ujar Tri Sugianto seperti dikutip Antara, Jumat (31/12).
Menurut dia, bahan baku keripik jamur tersebut merupakan hasil budidaya sendiri di rumahnya, serta dari sejumlah pembudidaya jamur tiram putih di beberapa daerah. Setiap hari usaha Tri mampu menghabiskan bahan baku jamur hingga 1 kwintal lebih.
“Dari bahan Bahan baku itu bisa menghasilkan keripik jamur hingga mencapai 20 kilo gram,” terang dia.
Kebutuhan sebanyak itu masih jauh untuk memenuhi permintaan pasar. Hal ini karena jumlah pembudidaya jamur tiram putih di wilayah Madiun masih sangat minim. Padahal, jika digeluti usaha ini cukup menjanjikan. Apalagi budidaya jamur tiram tergolong mudah.
Untuk membuat keripik jamur, setelah dipanen dari lumbungnya, jamur-jamur tersebut dibersihkan dari bonggolnya. Setelah bersih, jamur dipotong-potong dengan menggunakan gunting, lalu diberi bumbu sesuai selera dan digoreng hingga renyah.
Dikemas dengan berbagai rasa, keripik jamur ini dijual dengan harga Rp8.000,00 per ons. Pangsa pasar camilan keripik jamur tiram ini sendiri cukup menjanjikan, selain pasar antardaerah di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jakarta, juga mulai merambah pasar luar negeri, di antaranya Malaysia dan Brunai Darusalam.
Pemasaran juga dilakukan di rumahnya sendiri dengan membuka kios. Apalagi lokasi usaha yang dikembangkan Sugiatno sejak dua tahun terkahir ini terletak di jalur kawasan wisata Monumen Kresek.
Selain karena rasanya yang cukup berbeda dengan keripik lainnya, camilan ini juga cukup diminati oleh kalangan vegetarian. Kedepan Tri ingin mengembangkan usaha berbagai makanan dari bahan baku jamur tiram putih lainnya, seperti sate jamur, krengsengan, serta sup jamur.
Usahanya ini, juga meningkatkan taraf ekonomi warga desa sekitar dengan penyerapan beberapa tenaga kerja yang dipekerjakan untuk mengurusi lumbung jamur hingga mengolah jamur.(Ant)
Oleh Dwi WahyuniDec 31, 2010

Tanah Kavling siap bangun dan Sejarah Arsitektur


Bangsal, Kota Kediri
utara rumah sakit babtis barat kantor kelurahan bangsal. di Banaran belakang SMA 3 Kediri dan di Semen Kab Kediri di atas Hotel Bukit Daun
Sejarah arsitektur
Arsitektur lahir dari dinamika antara kebutuhan (kebutuhan kondisi lingkungan yang kondusif, keamanan, dsb), dan cara (bahan bangunan yang tersedia dan teknologi konstruksi). Arsitektur prasejarah dan primitif merupakan tahap awal dinamika ini. Kemudian manusia menjadi lebih maju dan pengetahuan mulai terbentuk melalui tradisi lisan dan praktek-praktek, arsitektur berkembang menjadi ketrampilan. Pada tahap ini lah terdapat proses uji coba, improvisasi, atau peniruan sehingga menjadi hasil yang sukses. Seorang arsitek saat itu bukanlah seorang figur penting, ia semata-mata melanjutkan tradisi. Arsitektur Vernakular lahir dari pendekatan yang demikian dan hingga kini masih dilakukan di banyak bagian dunia.
Permukiman manusia di masa lalu pada dasarnya bersifat rural. Kemudian timbullah surplus produksi, sehingga masyarakat rural berkembang menjadi masyarakat urban. Kompleksitas bangunan dan tipologinya pun meningkat. Teknologi pembangunan fasilitas umum seperti jalan dan jembatan pun berkembang. Tipologi bangunan baru seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana rekreasi pun bermunculan. Arsitektur Religius tetap menjadi bagian penting di dalam masyarakat. Gaya-gaya arsitektur berkembang, dan karya tulis mengenai arsitektur mulai bermunculan. Karya-karya tulis tersebut menjadi kumpulan aturan (kanon) untuk diikuti khususnya dalam pembangunan arsitektur religius. Contoh kanon ini antara lain adalah karya-karya tulis oleh Vitruvius, atau Vaastu Shastra dari India purba. Di periode Klasik dan Abad Pertengahan Eropa, bangunan bukanlah hasil karya arsitek-arsitek individual, tetapi asosiasi profesi (guild) dibentuk oleh para artisan / ahli keterampilan bangunan untuk mengorganisasi proyek.
Pada masa Pencerahan, humaniora dan penekanan terhadap individual menjadi lebih penting daripada agama, dan menjadi awal yang baru dalam arsitektur. Pembangunan ditugaskan kepada arsitek-arsitek individual - Michaelangelo, Brunelleschi, Leonardo da Vinci - dan kultus individu pun dimulai. Namun pada saat itu, tidak ada pembagian tugas yang jelas antara seniman, arsitek, maupun insinyur atau bidang-bidang kerja lain yang berhubungan. Pada tahap ini, seorang seniman pun dapat merancang jembatan karena penghitungan struktur di dalamnya masih bersifat umum.
Bersamaan dengan penggabungan pengetahuan dari berbagai bidang ilmu (misalnya engineering), dan munculnya bahan-bahan bangunan baru serta teknologi, seorang arsitek menggeser fokusnya dari aspek teknis bangunan menuju ke estetika. Kemudian bermunculanlah "arsitek priyayi" yang biasanya berurusan dengan bouwheer (klien)kaya dan berkonsentrasi pada unsur visual dalam bentuk yang merujuk pada contoh-contoh historis. Pada abad ke-19, Ecole des Beaux Arts di Prancis melatih calon-calon arsitek menciptakan sketsa-sketsa dan gambar cantik tanpa menekankan konteksnya.
Sementara itu, Revolusi Industri membuka pintu untuk konsumsi umum, sehingga estetika menjadi ukuran yang dapat dicapai bahkan oleh kelas menengah. Dulunya produk-produk berornamen estetis terbatas dalam lingkup keterampilan yang mahal, menjadi terjangkau melalui produksi massal. Produk-produk sedemikian tidaklah memiliki keindahan dan kejujuran dalam ekspresi dari sebuah proses produksi.
Ketidakpuasan terhadap situasi sedemikian pada awal abad ke-20 melahirkan pemikiran-pemikiran yang mendasari Arsitektur Modern, antara lain, Deutscher Werkbund (dibentuk 1907) yang memproduksi obyek-obyek buatan mesin dengan kualitas yang lebih baik merupakan titik lahirnya profesi dalam bidang desain industri. Setelah itu, sekolah Bauhaus (dibentuk di Jerman tahun 1919) menolak masa lalu sejarah dan memilih melihat arsitektur sebagai sintesa seni, ketrampilan, dan teknologi.
Ketika Arsitektur Modern mulai dipraktekkan, ia adalah sebuah pergerakan garda depan dengan dasar moral, filosofis, dan estetis. Kebenaran dicari dengan menolak sejarah dan menoleh kepada fungsi yang melahirkan bentuk. Arsitek lantas menjadi figur penting dan dijuluki sebagai "master". Kemudian arsitektur modern masuk ke dalam lingkup produksi masal karena kesederhanaannya dan faktor ekonomi.
Namun, masyarakat umum merasakan adanya penurunan mutu dalam arsitektur modern pada tahun 1960-an, antara lain karena kekurangan makna, kemandulan, keburukan, keseragaman, serta dampak-dampak psikologisnya. Sebagian arsitek menjawabnya melalui Arsitektur Post-Modern dengan usaha membentuk arsitektur yang lebih dapat diterima umum pada tingkat visual, meski dengan mengorbankan kedalamannya. Robert Venturi berpendapat bahwa "gubuk berhias / decorated shed" (bangunan biasa yang interior-nya dirancang secara fungsional sementara eksterior-nya diberi hiasan) adalah lebih baik daripada sebuah "bebek / duck" (bangunan di mana baik bentuk dan fungsinya menjadi satu). Pendapat Venturi ini menjadi dasar pendekatan Arsitektur Post-Modern.

Siapa orang kaya?

orang kaya yang sebenarnya
Siapa orang kaya yang sebenarnya? Mereka bukanlah orang yang gemar membelanjakan uangnya untuk barang-barang yang mahal. Bahkan banyak dari mereka yang berpenghasilan tinggi ternyata hidup sederhana. Contohnya Warren Buffett, investor dan pengusaha Amerika, yang menetap di rumahnya yang sederhana di Omaha, Nebraska. Uang yang mereka hasilkan diinvestasikan, sehingga kekayaan mereka semakin bertambah.

"Kekayaan adalah apa yang Anda akumulasikan, bukan yang Anda belanjakan," kata Thomas Stanley dan William Danko, penulis buku The Millionaire Next Door, yang pertama diterbitkan pada 1996.

Kekayaan orang-orang seperti ini biasanya dihasilkan dari upaya mereka sendiri. Dalam bukunya, mereka menuliskan, seringkali bukan keberuntungan, warisan, gelar yang tinggi, atau kecerdasan, yang membuat mereka kaya raya. "Kekayaan itu lebih sering karena gaya hidup kerja keras, ketekunan, perencanaan, dan lebih dari itu, kedisiplinan diri," tulis mereka.

Banyak cara untuk mendefinisikan kekayaan, namun umumnya orang menganggap kekayaan sebagai nilai segala sesuatu yang dimiliki, tanpa utang. Namun ada perbedaan antara aset yang dapat dipasarkan (hal-hal yang bisa dilikuidasi dengan cepat, seperti saham, obligasi, atau properti), dan barang-barang pribadi seperti mobil, pakaian, dan alat-alat rumah tangga yang Anda gunakan secara rutin dan tidak akan dijual.

Menurut Stanley dan Danko, gaji saja tidak bisa membuat seseorang menjadi kaya. Gaji yang tinggi tentu membantu membangun kekayaan, namun orang yang mandiri secara finansial memandang gaji mereka sebagai alat untuk mencapai tujuan, yaitu meningkatkan uang.

"Orang kaya tidak menghabiskan uang mereka untuk pembelian yang bebas," kata Pam Danziger, pendiri Unity Marketing, firma penelitian pasar yang berspesialisasi dalam barang-barang mewah. "Mereka jadi kaya dengan memaksimalkan nilai investasi mereka."

Tentu, mereka juga masih menggunakan uangnya untuk membeli pakaian atau sepatu bermerek, tetapi hal itu dilakukan dengan penuh pertimbangan. Membeli pun lebih dilakukan karena nilai dan kualitasnya. "Mereka sangat menganggap berbelanja sebagai investasi, bukan pengeluran," tambahnya.

Perbedaan terbesar antara orang yang memiliki uang dan orang yang ingin punya uang adalah, bagaimana mereka membayar barang yang dibeli. Milyuner cenderung membeli secara tunai, tak peduli meski itu mobil, rumah, atau kapal pesiar. Hal ini mungkin sulit dilakukan oleh orang-orang yang masih menerima gaji rata-rata, tapi intinya sama: jangan berutang untuk membiayai gaya hidup Anda.

Mereka juga membuat perencanaan yang rapi, dan menghabiskan banyak waktu untuk itu. Banyak dari mereka yang menabung atau berinvestasi secara kompulsif, dan menganggap perjalanan menuju kekayaan itu jauh lebih menyenangkan daripada ketika mencapai tujuan tersebut.

Mereka sabar, dan bersedia berinvestasi untuk jangka panjang. Hal ini dilakukan karena mereka berusaha mandiri secara finansial. Ketika pensiun nanti, banyak dari mereka yang tahu persis berapa yang mereka butuhkan untuk melanjutkan hidup, untuk menyumbang, dan meninggalkan warisan.

Leslie Lassiter, direktur pelaksana JPMorgan Private Wealth Management, juga mengatakan, orang-orang kaya sangat mengerti berapa banyak likuidasi yang mereka butuhkan untuk menutup pengeluaran, dan memastikan mereka masih punya banyak uang tunai. "Seharusnya, itu juga dilakukan oleh rata-rata orang," katanya.
Sumber: Financially Fit